Baik dan buruk, benar dan salah, kadang tidak sehitam putih yang kita bayangkan.
oleh: Budi Wangsa Tedy
GENTAROHANI.COM — Kebanyakan orang merasa memiliki pemahaman yang baik antara benar dan salah; antara baik dan buruk. Namun, kadang yang terlihat tidak sehitam putih yang kita bayangkan.
Skenario pertama adalah tentang kereta api yang melaju kencang tidak terkendali di sebuah rel kereta.
Kereta akan menabrak dan melindas 5 orang yang ada di sebuah jalur rel kereta, mereka tidak dapat menghindar bahaya yang akan terjadi. Hanya Anda yang melihat bahaya yang akan terjadi, tetapi Anda tidak dapat memperingatkan mereka. Anda hanya memiliki kesempatan untuk mengubah titik persimpangan sehingga kereta akan pindah ke jalur yang berbeda, di mana hanya ada satu orang yang ada di jalur tersebut, dan melindasnya.
VOTING: Apakah Anda akan mendorong jatuh si gendut itu?
Jangan lupa share artikel ini sehingga akan lebih banyak lagi orang yang ikut memilih.
Ada sebuah buku yang juga menarik jika Anda ingin mendalami lebih lanjut mengenai Dilema Moral ini, yaitu The Trolley Problem, or Would You Throw the Fat Guy Off the Bridge?: A Philosophical Conundrum oleh Thomas Cathcart.
Lalu, bagaimana pula pandangan Agama Khonghucu terhadap dilema moral ini?
Hmm, topik menarik yang bisa ditanyakan kepada rohaniwan yang akan Jiang Dao minggu ini. (bwt)
Dalam hal ini, pilihannya adalah menyelamatkan lima nyawa dengan mengorbankan satu orang. Kebanyakan orang setuju dengan garis pemikiran ini. Anda sudah membuat keputusan terbaik berdasarkan situasi yang ada.
Skenario yang kedua serupa, tetapi kali ini Anda berdiri di sebuah jembatan di atas rel kereta dan tidak dapat mengubah jalur persimpangan kereta. Kali ini, Anda hanya dapat mendorong seorang pria gendut yang ada di samping Anda, mendorong dia jatuh ke bawah sehingga dia akan ditabrak kereta, yang akan memperlambat kecepatan kereta sehingga Anda masih sempat untuk menyelamatkan lima orang lainnya. Hasilnya toh akan sama, mengorbankan satu nyawa untuk menyelamatkan lima orang. Namun reaksi terhadap skenario ini sangat berbeda.
Dari sudut pandang utilitarianisme, skenario ini persis sama. Jika Anda bertindak, Anda akan menyelamatkan lima nyawa, dengan mengorbankan satu nyawa. Sekalipun jumlah dan hasilnya mungkin sama, cara mencapainya tidak sama, yang membuat dua skenario tadi sangat berbeda.
Dalam skenario pertama Anda secara aktif menyelamatkan nyawa 5 orang dengan mengganti jalur rel kereta di persimpangannya. Satu orang akan meninggal, tetapi itu bukan akibat langsung dari tindakan Anda. Anda menyelamatkan orang. Secara moral ini masuk akal, walaupun ini hanya mudah dikatakan; daripada dilakukan di kehidupan nyata.
Di sisi lain, dalam skenario kedua Anda harus melakukan pembunuhan (dengan mendorong orang lain jatuh ke depan kereta yang melaju kencang) untuk menyelamatkan lima orang lainnya. Anda memaksa seseorang, yang sebetulnya di posisi aman, seseorang yang tidak bersalah, ke dalam bahaya. Terlepas dari nyawa yang akan Anda selamatkan dengan tindakan seperti itu, ini adalah tindakan yang jauh lebih sulit untuk diterima. Insting kita sadar bahwa mendorong si gendut itu salah. Banyak orang yang akan memilih untuk memutar tuas untuk mengubah jalur kereta di skenario pertama, tetapi mereka tidak akan mendorong si gendut itu.
Ini tentu bukan keputusan yang mudah, namun jika Anda melihat sejarah panjang peperangan di dunia ini, skenario seperti itu terus terjadi berulang kali, dengan taruhan dan resiko yang jauh lebih besar.
Pertanyaannya adalah, bagaimana Anda mengambil keputusan dalam skenario seperti itu? Untuk ulasan yang lebih mendalam, tonton video menarik di bawah ini mengenai salah satu seri kuliah di Universitas Harvard.
Dari sudut pandang utilitarianisme, skenario ini persis sama. Jika Anda bertindak, Anda akan menyelamatkan lima nyawa, dengan mengorbankan satu nyawa. Sekalipun jumlah dan hasilnya mungkin sama, cara mencapainya tidak sama, yang membuat dua skenario tadi sangat berbeda.
Dalam skenario pertama Anda secara aktif menyelamatkan nyawa 5 orang dengan mengganti jalur rel kereta di persimpangannya. Satu orang akan meninggal, tetapi itu bukan akibat langsung dari tindakan Anda. Anda menyelamatkan orang. Secara moral ini masuk akal, walaupun ini hanya mudah dikatakan; daripada dilakukan di kehidupan nyata.
Di sisi lain, dalam skenario kedua Anda harus melakukan pembunuhan (dengan mendorong orang lain jatuh ke depan kereta yang melaju kencang) untuk menyelamatkan lima orang lainnya. Anda memaksa seseorang, yang sebetulnya di posisi aman, seseorang yang tidak bersalah, ke dalam bahaya. Terlepas dari nyawa yang akan Anda selamatkan dengan tindakan seperti itu, ini adalah tindakan yang jauh lebih sulit untuk diterima. Insting kita sadar bahwa mendorong si gendut itu salah. Banyak orang yang akan memilih untuk memutar tuas untuk mengubah jalur kereta di skenario pertama, tetapi mereka tidak akan mendorong si gendut itu.
Ini tentu bukan keputusan yang mudah, namun jika Anda melihat sejarah panjang peperangan di dunia ini, skenario seperti itu terus terjadi berulang kali, dengan taruhan dan resiko yang jauh lebih besar.
Pertanyaannya adalah, bagaimana Anda mengambil keputusan dalam skenario seperti itu? Untuk ulasan yang lebih mendalam, tonton video menarik di bawah ini mengenai salah satu seri kuliah di Universitas Harvard.
VOTING: Apakah Anda akan mendorong jatuh si gendut itu?
Ada sebuah buku yang juga menarik jika Anda ingin mendalami lebih lanjut mengenai Dilema Moral ini, yaitu The Trolley Problem, or Would You Throw the Fat Guy Off the Bridge?: A Philosophical Conundrum oleh Thomas Cathcart.
Lalu, bagaimana pula pandangan Agama Khonghucu terhadap dilema moral ini?
Hmm, topik menarik yang bisa ditanyakan kepada rohaniwan yang akan Jiang Dao minggu ini. (bwt)
KOMENTAR