Terutama dalam kacamata Negara Republik Indonesia, penetapan Hari Libur selalu berdasarkan Hari Raya Agama dan Hari Nasional. Tidak pernah ada Hari Libur untuk sebuah ETNIS.
oleh: Budi Wangsa Tedy
Sayangnya, informasinya kurang lengkap dan hanya sepenggal, dan cenderung menyesatkan.
Pada saat Dinasti Xia (2070–1600 SM) memang awal tahun baru jatuh pada saat seperti imlek sekarang ini.
Namun pada saat Dinasti Shang (1600–1046 SM) awal tahun baru maju satu bulan dari tahun baru dinasti Xia.
Dinasti berikutnya, Zhou (1046–221 SM), tidak lagi mengikuti awal tahun baru seperti dinasti Xia dan Shang, tapi awal tahun barunya adalah saat matahari berada di 23 1/2 derajat LS atau dalam penanggalan Masehi pada tanggal 21/22 Desember.
Saat Dinasti Qin (221–206 SM), dengan Kaisarnya yang terkenal, yaitu Qin Shi Huang, awal tahun baru dimajukan lagi satu bulan.
Bisa kita lihat polanya, sistem penanggalan di Cina biasanya melambangkan 'kebesaran' suatu kekaisaran, dan ditentukan oleh kaisar yang saat itu berkuasa.
Confucius atau umat Khonghucu menyebutnya sebagai Nabi Kongzi/Nabi Khongcu yang dalam bahasa aslinya disebut Zhisheng Kongzi (551-479 SM) hidup pada zaman Dinasti Zhou yang tahun barunya berbeda dengan masa sekarang.
Nah, dalam kitab Lunyu XV: 11, Confucius menganjurkan penggunaan penanggalan Dinasti Xia, tujuannya agar para petani mudah dalam memulai bercocok tanam. Bercocok tanam selalu dimulai pada awal musim semi yang merupakan awal tahun baru Dinasti Xia, dan itu tidak digunakan oleh Dinasti Zhou saat Beliau hidup.
Sabda Beliau tidak diikuti oleh Dinasti Zhou dan Dinasti Qin, tapi pada tahun 104 SM Kaisar Han bernama Han Wu Di menetapkan tahun baru seperti sabda Confucius dalam Lunyu XV: 11.
Kaisar Han menetapkan ini berdasarkan saran penasihatnya yang sangat dipercaya yaitu Dong Zhong Shu. Untuk menghormati Nabi Kongzi maka awal tahun penanggalan imlek dimulai dari tahun kelahiran Nabi Kongzi, yaitu 551 SM. Sehingga pada tahun 2020 misalnya, tahunnya menjadi 551+2020= 2571.
Sejak penetapan oleh Kaisar Han itu, sampai sekarang penanggalan imlek digunakan dan tak pernah berubah.
Han Wudi |
Tanpa sabda Confucius yang menjadi acuan Kaisar Han, kita tak tahu apakah kita merayakan tahun baru imlek/sincia seperti sekarang atau tidak, jangan-jangan kita merayakannya tanggal 22 Desember dekat natal, sesuai penanggalan Dinasti Zhou.
Kita tahu sistem penanggalan Masehi misalnya berkaitan erat dengan penghormatan pada Yesus Kristus, yang merupakan pengembangan dari Kalender Julian oleh Paus Gregory XIII. Tahun nol dihitung dari kelahiran Yesus Kristus.
Penanggalan Hijriyah berkaitan erat dengan agama Islam, di mana tahun pertama Hijriyah dihitung dari hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M.
Maka dari itu, sebuah penanggalan dikaitkan dengan ajaran agama adalah hal yang lumrah.
Terutama dari kacamata Negara Republik Indonesia, penetapan Hari Libur selalu berdasarkan Hari Raya Agama dan Hari Nasional. Tidak pernah ada Hari Raya untuk sebuah ETNIS.
Jika bersikukuh Libur IMLEK di Indonesia adalah HARI RAYA ETNIS CINA (atau Tionghoa bagi mereka-mereka yang sensi), maka ETNIS SUNDA, JAWA, BATAK, dan ETNIS lainnya tentunya berhak menuntut diberikan Hari Libur yang sama.
Walaupun faktanya begitu, tentunya itu tidak jadi halangan bagi kita untuk merayakan bersama-sama, tentunya dengan berdasarkan informasi yang benar.
Nah, sekarang pertanyaan yang paling penting, sudahkah menyiapkan angpao? (bwt)
KOMENTAR